Berbagai tindak kejahatan terjadi demi mendapatkan uang. Sebut saja penyelundup narkoba, perdagangan senjata illegal, penipu (con artist), perdagangan manusia, lingkaran prostitusi, cyber crime, pegawai/politisi korup, bajak laut, dan terorisme, dapat menghasilkan putaran uang dalam jumlah besar.
Hasil yang diperoleh dari aktivitas illegal ini tidak selamanya bisa langsung dinikmati oleh para pelaku kejahatan karena bisa saja mengundang perhatian para penegak hukum sehingga dapat membahayakan keberadaan aktivitas dan organisasi mereka.
Para pelaku kejahatan perlu menyamarkan sumber uang tersebut, mengubah bentuknya, memindahkan dan menempatkan uang tersebut sedemikian untuk menghindari pelacakan hukum. Uang kotor tersebut perlu “dicuci” agar terlihat bersih, seolah-olah merupakan uang dari sumber halal. Inilah yang disebut pencucian uang atau money laundering.
Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering) adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.
Tahapan Pencucian Uang
Uang yang dihasilkan suatu organisasi kejahatan biasanya melibatkan jumlah yang tidak sedikit. Misalkan, berat kokain senilai satu juta dollar hanya 22 kg, tetapi dollar sebanyak itu beratnya bisa mencapai 116 kg. Belum lagi bila uang itu dalam bentuk Rupiah, pasti akan lebih besar dan berat lagi fisiknya. Mentransaksikan dan memindahkannya tentu tidaklah aman bagi para pelaku kejahatan narkoba. Karenanya, berbagai teknik pun dilakukan untuk mencuci uang tersebut. Ini hanya contoh kecil dari dunia narkoba. Belum lagi bila berbicara tindak kejahatan lainnya.
Supaya aman, uang hasil kejahatan ditempatkan dalam berbagai bentuk asset, rekening bank, lalu masuk kedalam berbagai bisnis yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan ini bisa masuk bisnis lagi atau dibelikan berbagai asset seperti rumah, mobil, hotel bahkan disamarkan dengan menyumbang ke partai politik atau yayasan sosial.
Secara teoritis dikenal 3 tahapan pencucian uang yaitu:
1. Placement.
Di tahap ini, uang hasil kejahatan ditempatkan ke dalam deposito bank. Tahap ini sebenarnya sangat berisiko karena jumlah uang yang sangat besar akan mengundang kecurigaan. Hampir semua negara (kecuali negara-negara off shore) memiliki ketentuan dan batasan tertentu tentang jumlah transaksi (setoran/penarikan) yang perlu dicurigai. Untuk mengatasi hal tersebut, para pemilik uang kotor mengakali dengan cara melakukan penyebaran dana ke dalam sejumlah deposito dan dilakukan berulang dalam jumlah kecil.
2. Layering.
Uang selanjutnya semakin dikaburkan asal-usulnya dengan berbagai cara. Antara lain dengan melakukan transfer ke berbagai rekening, mengganti mata uang, membeli berbagai properti mahal, saham, mobil mewah, perhiasan dan berbagai transaksi rumit lainnya. Tahapan ini membuat jejak uang kotor semakin kabur untuk ditelusuri.
3. Integration.
Di tahapan ini, uang yang ditransaksikan sudah ‘bersih.’ Bisa jadi berupa transfer dari bank sebelumnya, penjualan kapal/rumah/perhiasan yang dibeli pada tahap layering, hasil keuntungan saham, dan lain-lain. Uang tersebut dengan bebas dapat digunakan tanpa terlacak bila penegak hukum tidak mengetahui rinci asal-usul uang tersebut.
Tentu saja, mekanisme pencucian uang dapat berubah sesuai kondisi masing-masing negara. Perbedaan tingkat pengawasan transaksi keuangan di setiap negara membuat terjadinya perpindahan dana antar perbatasan. Dana-dana yang terkumpul dari hasil kejahatan di suatu negara yang memiliki tingkat pengawasan transaksi baik, pasti menyulitkan pelaku kejahatan. Karenanya dana tersebut perlu dipindahkan ke negara yang lebih bebas atau lebih rendah tingkat pengawasan transaksi moneternya.
Parahnya lagi, banyak kekuasaan di dunia ini baik itu presiden, raja, perdana menteri dan sebagainya, ditengarai didanai oleh uang hasil kejahatan. Dana-dana panas tersebut bisa masuk melalui partai politik, dana kampanye, dan sponsorship partai. Perang yang terus berkecamuk, tidak bisa lepas sepenuhnya dari pendanaan uang panas money laundering.
Bahaya Pencucian Uang (Money Laundering)
Lalu, mengapa money laundering berbahaya? Money laundering mengolah uang yang diperoleh dari hasil-hasil kejahatan dan pada akhirnya akan kembali juga ke operasi kejahatan. Bila tidak dipotong jalurnya oleh penegak hukum, akan tersedia dana melimpah untuk membiayai kejahatan. Ini berarti akan tersedia dana dalam jumlah besar untuk menyebarkan narkoba, mensuplai senjata bagi terorisme, mendanai perang, mendukung pemerintahan diktator, dan sebagainya.
Money laundering membuat dunia semakin jauh dari rasa aman. Selain itu, penempatan dana-dana panas ini dapat menggoyang stabilitas moneter suatu negara bahkan kawasan regional sekalipun. Dalam skala yang lebih luas, dana besar ini dikuatirkan terinfiltrasi ke dalam institusi keuangan terkemuka, lalu memungkinkan untuk mengakuisisi sektor-sektor publik, menyuap pejabat publik dan pemerintahan. Apa yang bisa diharapkan dari sistim sosial dan pemerintahan bila dana hasil kejahatanlah yang berkuasa didalamnya
Semua ini sangat bisa terjadi karena tersedianya jumlah dana yang sangat besar. IMF memperkirakan jumlah uang yang terkait dengan money laundering berkisar antara 2 – 5% dari total GDP dunia! Jumlah ini menempatkan money laundering sebagai bisnis ketiga terbesar di dunia setelah pasar uang dan minyak dunia.
Usaha Memerangi Pencucian Uang (Money Laundering)
Membangun institusi finansial yang baik disertai pengawasan penegak hukum atas legalitas transaksi keuangan, dapat menjadi langkah awal yang baik demi memerangi tindak pencucian uang. Meskipun demikian, terdapat beberapa negara di dunia yang jelas-jelas menyediakan diri sebagai surga uang yang hampir tidak terjamah oleh aparat hukum. Negara-negara tersebut antara lain: Mauritius, British Virgin Island dan Cayman Island yang diistilahkan offshore financial centers
Di offshore financial centers tidak ada kewajiban untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan, kerahasiaan rekening dijaga ketat, hampir tidak ada campur tangan pemerintah terhadap perbankan, setiap orang dapat membuka rekening tanpa menunjukkan identitas, bahkan perusahaan dapat didirikan dalam sekejap hanya dengan saham senilai 1 dolar! Tidak heran bila dana-dana pedagang narkoba dan teroris banyak disimpan dan ditransaksikan di offshore financial centers
Dengan mengesampingkan keberadaan offshore financial centers, berbagai langkah dilakukan untuk memerangi money laundering. Pada tingkat nasional hampir setiap negara memiliki tingkat pengawasan sendiri terhadap sistim finansialnya. Hanya saja, tingkat pengawasannya tidak sama sesuai dengan kondisi masing-masing negara.
Yang pertama adalah perlunya meningkatkan kesadaran unsur-unsur pemerintah dan sektor swasta tentang keberadaan dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tindak pencucian uang. Selain itu, pemerintah perlu memperlengkapi institusi terkait dengan berbagai kewenangan dalam memerangi money laundering. Kewenangan tersebut bisa berupa kewenangan untuk melakukan membangun koordinasi pertukaran data dan informasi, melakukan penyidikan, serta kewenangan melakukan penyitaan terhadap asset yang diduga berasal dari tindak kejahatan.
Peran institusi keuangan (bank dan lembaga keuangan non-bank) baik milik pemerintah maupun swasta dalam hal ini pun tidak kalah penting. Peran tersebut dapat berupa pengembangan sistim pelaporan transaksi, identifikasi nasabah, standar pencatatan, dan alat/ standar untuk mengukur tingkat kepatuhan suatu transaksi keuangan.
Ditingkat internasional terdapat FATF (Financial Action Task Force) yang berusaha menetapkan rekomendasi standar yang dapat menjadi acuan bagi setiap negara anggotanya dalam rangka memerangi money laundering (Anti Money Laundering – AML) dan pemberantasan pendanaan terorisme (Counter-Terrorist Financing – CTF). Lembaga didirikan tahun 1989 dan diisi oleh berbagai institusi terkait dari 30-an negara. Rekomendasi tersebut kini terdiri atas 40 butir rekomendasi ditambah 9 rekomendasi khusus (40 + 9 Recommendations).
Di dalam rekomendasi tersebut ditetapkan berbagai standar yang baik bagi setiap pihak yang terkait dengan pengawasan pergerakan dan transaksi uang seperti: bank dan lembaga keuangan lainnya, bank sentral, kepolisian, pajak, bea cukai, Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan lain-lain.
Diharapkan dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi tersebut, akan tercipta sistem keuangan yang lebih transparan sehingga menyulitkan para pelaku kejahatan menyembunyikan uangnya, serta memberi kemampuan lebih bagi aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan bagi para pelaku money laundering dan penyandang dana terorisme. Tentu saja efek positif lainnya adalah stabilitas moneter yang lebih baik, integritas perbankan yang tinggi, meningkatnya daya tarik investasi dan kepercayaan investor, dan efek lainnya yang akan memberi kontribusi positif bagi ekonomi suatu negara atau kawasan.
Pencucian Uang (Money Laundering) – Literasi Publik
korupsii ohh korupsi