Dalam opini di harian Kompas tanggal 10 Mei 2014, Joko Widodo yang saat itu masih berstatus sebagai Capres menggunakan lagi istilah revolusi mental. Revolusi mental yang diusulkannya dilatarbelakangi perlunya upaya menyelesaikan persoalan bangsa yang tidak hanya dapat diselesaikan dengan reformasi kelembagaan saja.
Dijelaskan juga bahwa tujuan revolusi mental adalah mewujudkan cita-cita proklamasi: Indonesia yang Bersatu, Adil, Makmur. Jadi pada intinya beliau menyampaikan perlunya percepatan secara ekstrem menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas dan berkarakter di segala bidang kehidupan.
Selanjutnya tulisan ini bukan untuk meramaikan perdebatan pro-kontra terkait konsepsi revolusi mental yang disampaikan Presiden Jokowi. Karena diskusi yang semestinya berkembang saat ini adalah bagaimana secara teknis revolusi mental itu benar-benar mengubah budaya yang kurang baik yang ada di masyarakat Indonesia, yang tercermin paling tidak dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dan bagi Pemerintah, kebijakan, program, dan kegiatan seperti apa yang harus dikembangkan untuk mengejawantahkan konsep revolusi mental.
Pasang Surut Pembangunan Karakter Bangsa
Sebagaimana kita ketahui bahwa upaya pembangunan karakter dengan dinamika pasang surutnya telah dilaksanakan sejak Negeri ini Merdeka. Presiden Soekarno memberikan kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki prinsip berbeda dari mainstream dua kutub ideologi perang dingin saat itu.
Di masa orde baru, terlepas dari berbagai korupsi yang terjadi, masa itu berhasil mendorong masyarakat untuk mengamalkan nilai-nilai budaya yang baik dan diikuti masyarakat saat itu, salah satu contohnya adalah gotong royong. Pada masa ini juga, pembangunan karakter didukung kelembagaan yang kuat dalam BP7. Di samping itu Gerakan Pramuka kala itu menjalani masa keemasannya dengan berbagai dukungan Pemerintah yang begitu besar.
Di masa reformasi, pembangunan karakter seolah menjadi limbung. Ekses reformasi terhadap pembangunan karakter begitu besar. Meskipun begitu Pemerintah era reformasi tetap mencoba membangun kembali karakter bangsa. Sebut saja reformasi birokrasi, dan penguatan upaya pemberantasan korupsi. Namun sayangnya konsepsi pembangunan karakter yang belum begitu matang adalah persoalan besar yang dihadapi.
Semangat Presiden Jokowi dengan revolusi mentalnya adalah antusiasme yang harus ditangkap oleh seluruh pihak dengan baik, dan menindaklanjutinya dengan langkah nyata dalam bentuk kebijakan program, dan kegiatan. Dan revolusi mental sangat urgen untuk dilaksanakan, mengingat fakta degradasi moral dan karakter bangsa, dan urgensi tentang tuntutan internasional.
Propaganda Revolusi Mental
Revolusi mental adalah upaya secara cepat untuk mengubah budaya, paradigma dan mindset masyarakat untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, strategi yang sebaiknya dikembangkan adalah strategi perubahan budaya, yang tentunya diawali melalui kampanye secara besar-besaran.
Kampanye itu haruslah disusun secara terarah, sistematis, dan berkelanjutan, dan bukan kampanye dalam arti penyebaran informasi secara cetek melalui tayangan layanan masyarakat atau spanduk semata. Meskipun model seperti itu sebenarnya diperlukan dalam tahap awal kampanye.
Kampanye lanjutannya adalah tindakan nyata yang bisa membuat masyarakat tersentuh.
Bagaimana menciptakan musuh bersama, yang harus dilawan dengan bangkitnya nasionalisme.
Bagaimana menciptakan isu-isu yang dapat memancing bangkitnya kesadaran nasional.
Bagaimana menciptakan kondisi yang menyadarkan bahwa negara kita memang tertinggal dan kewajiban bersamalah untuk mengejar ketertinggalan itu dengan bersikap disiplin, pantang menyerah, dan beretos kerja yang tinggi. Peran media massa menjadi sangat penting dalam tahap ini.
Kampanye seperti ini sering disebut sebagai propaganda. Propaganda seringkali didefinisikan sebagai suatu himpunan atau program untuk menyebarkan suatu doktrin. Propaganda pernah dilakukan untuk memperluas hegemoni pada era perang dingin.
Propaganda juga dilakukan oleh Korea Utara untuk membangun kebencian rakyatnya terhadap dunia barat. Propaganda dilakukan Korea Selatan untuk memacu rakyatnya mengejar ketertinggalannya dari Jepang, Mungkin sekarang saatnya Indonesia melaksanakan propaganda revolusi mental dengan isunya sendiri.
Negeri ini pernah berhasil melaksanakan perubahan mindset melalui program KB. Oleh karena itu perlu juga dipertimbangkan pengalaman yang tersebut. Keberhasilan program KB yang mendapat apresiasi internasional, bisa dijadikan referensi upaya perubahan mindset.
Penguatan Instrumen Pendukung
Untuk membangun upaya yang sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan dalam melaksanakan revolusi mental, diperlukan suatu sistem pendukung yang kuat, dalam aspek kebijakan, aspek kelembagaan, aspek dukungan anggaran, dan aspek manajemen pelaksanaan.
Dari aspek legal, Pemerintah perlu menyiapkan dasar hukum yang mumpuni dan holistik serta aplikabel. Dasar hukum ini diperlukan untuk mengatur peran dan tanggung jawab pihak-pihak terkait termasuk media massa sebagai lembaga paling strategis. Terkait dengan aspek kelembagaan, dengan menyebarnya program dan kegiatan yang terkait revolusi mental maka diperlukan koordinasi yang bagus.
Dan dengan gambaran besarnya kerja propaganda revolusi mental, maka perlu dipertimbangkan adanya lembaga khusus yang menangani propaganda revolusi mental yang memiliki kewenangan teknis hingga menyentuh pada lapisan terbawah masyarakat, di desa-desa, di lereng pegunungan hingga di pulau-pulau terpencil.
Pada aspek anggaran, di APBN secara khusus Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk revolusi mental. Sedangkan dalam aspek manajemen pelaksanaan, perlu disusun roadmap revolusi mental yang di dalamnya lengkap dengan tahapan pelaksanaan, indikator capaian, dan pembagian tugas secara proporsional.
Dengan begitu, semangat kita untuk merevolusi mental agar terciptanya masyarakat Indonesia yang berkualitas dan berkarakter dapat terwujud.
Opini Achmad Gunawan, Alumnus Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia
Propaganda Revolusi Mental