Program Sekolah 2000 (PS-2K) merupakan salah satu program untuk memperkenalkan Internet ke SMA dan SMK yang dimotori oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) beserta AWARI (Asosiasi Warnet Indonesia) dengan dukungan langsung dari Depdiknas yang terdiri atas Direktorat Dikmenjur (Pendidikan Menengah Kejuruan) dan Dimenum (Pendidikan Menengah Umum) pada tahun 2000.
Program Sekolah 2000 (PS-2K)
Menarik apabila kita simak niatan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) beserta AWARI (Asosiasi Warnet Indonesia) untuk memperkenalkan Internet ke SMU dan SMK, yang dikenal sebagai Program Sekolah 2000 (PS-2K). Bahkan dengan dukungan langsung dari Depdiknas yang terdiri atas Direktorat Dikmenjur (Pendidikan Menengah Kejuruan) dan Dimenum (Pendidikan Menengah Umum), penetrasi Internet di institusi menengah atas tersebut akan ditingkatkan menjadi program warnetisasi, alias warnet intra sekolah.
Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh trimitra (APJII – AWARI – Depdiknas) tersebut adalah melakukan beberapa pertemuan multi-party yang mengikut-sertakan juga institusi finansial swasta, vendor perangkat keras yang tergabung dalam Apkomindo (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia), praktisi Internet-warnet, media massa, ISP (Internet Service Provider) dan pihak sekolah sebagai sasaran program.
Bahkan baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, trimitra tersebut telah melakukan amendekatan kepada penentu kebijakan (pemerintah) dalam hal ini adalah Dirjen Postel untuk mendiskusikan masalah yang bersinggungan dengan kepentingan PS-2K tersebut. Telkom, Infokom Elektrindo, Satelindo dan Pasific Satelit Nusantara (PSN) pun telah melakukan serangkain pembicaraan yang intinya akan mensupport pelaksanaan PS-2K dari sisi teknologi terkini mereka.
Menilik penjelasan di atas, maka kesiapan pelasanaan PS-2K sudah mencapai point-of-no-return. Sekali layar terkembang, pantang biduk untuk kembali pulang. Akan berhasilkah PS-2K? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa perspektif manajemen komunikasi yang dapat dijadikan acuan.
Jamaknya sebelum menjalankan sebuah program, baik yang bersifat komersial maupun sosial, harus disiapkan terlebih dahulu 3 materi paling dasar yaitu packaging, service delivery dan market demand creation. Ketiga materi esensial tersebut sangat menetukan keberhasilan sebuah program atau proyek.
Packaging, Pengemasan adalah Segalanya
Berbicara mengenai packaging, maka mau tidak mau kita akan dihadapkan pada bagaimana kita mengemas sebuah program semenarik mungkin. Tidak berbeda dengan konsep packaging sebuah produk barang, maka sebuah program harus dikemas sedemikian rupa agar dapat menarik atensi dan partisipasi pihak-pihak yang terkait.
Dengan mendudukkan tokoh komunitas yang berpengaruh sebagai salah satu penyelenggara, ditambah dengan menentukan konsep dan tujuan yang tepat, maka PS-2K dapat dikemas sedemikian rupa hingga menarik. Pembuatan situs resmi hingga melakukan road show dan seminar-seminar merupakan salah satu bentuk pengemasan.
Banyaknya pihak yang ingin dan sudah berpartisipasi dalam PS-2K, baik dari institusi finansial hingga penentu kebijakan, akan menggambarkan ketertarikan pihak-pihak tersebut terhadap apa yang dikemas dan dijual oleh trimitra (APJII – AWARI – Depdiknas) dengan PS-2K nya. Seperti yang sudah-sudah, dalam manajemen komunikasi, kesan pertama sangatlah penting. Kesan yang positip dapat ditimbulkan dari pengemasan yang baik.
Service Delivery, Penyampaian Layanan adalah Utama
Tidak ada yang bisa lebih buruk daripada over promised, under delivered di dalam urusan apapun. Janganlah umbar janji dan omong doang, itulah intinya. Untuk itu, apapun yang hendak ditawarkan dalam PS-2K tersebut harus disiapkan sematang mungkin.
Karena PS-2K berkaitan dengan teknologi informasi, yang seperti kita ketahui masih merupakan komoditas berbiaya tinggi, maka peranan pihak swasta sangat dibutuhkan. Penyediaan perangkat keras yang akan ditangani oleh beberapa vendor komputer dan metode pendanaan yang akan dibantu oleh pihak perbankan swasta merupakan suatu keharusan. Keterlanjutan dan keberlangsungan (sustainability dan continuity) sebuah program akan dipengaruhi pula dengan keterlibatan swasta. Bahkan dalam program non-komersial sekalipun, harus ada pihak swasta yang ikut andil didalamnya sekaligus mendapatkan keuntungan dari program tersebut, baik secara finansial maupun kredibilitas.
Menggandeng secara intensif Apkomindo untuk penyediaan PC berkualitas dengan biaya yang ditekan, ISP untuk penyediaan akses Internet murah, Telkom untuk reduksi biaya telepon, bank swasta untuk pendanaan, praktisi Internet-warnet untuk konsultasi aplikasi, media massa untuk publikasi dan institusi TI lainnya untuk pengembangan teknologi terapan, akan semakin memperkokoh keterlanjutan dan keberlangsungan PS-2K. Ujung-ujungnya, service delivery dapat diwujudkan sesuai dengan yang dijanjikan, alias tidak sekedar tong kosong berbunyi nyaring.
Market Demand Creation, Penciptaan Permintaan Pasar adalah Keharusan
Ada satu esensial yang terkadang luput menjadi perhatian para penggagas dan pelaksana sebuah program. Bagaimana menciptakan permintaan pasar terhadap sesuatu yang kita hasilkan, merupakan tulang punggung dari kegiatan sebuah program. Sudahkah PS-2K melakukan Market Demand Creation (MDC)? Tampaknya belum atau setidaknya belum seperti yang diharapkan
Untuk melakukan DMC (dalam kajian sosiologi pembangunan, dikenal dengan istilah ‘sosialisasi’), maka beberapa langkah yang harus dilakukan akan mengacu kepada sebuah mekanisme yang dikenal dengan istilah ‘P-Process’, sebuah kajian manajemen komunikasi dari John’s Hopkins University.
P-Process tersebut terdiri dari 5 langkah, yaitu:
- analysis (analisa masalah)
- strategic design (perancangan strategis)
- development pretesting production (pengembangan bahan dan pretest)
- management implementation & monitoring (implementasi dan pengawasan)
- input evaluation (evaluasi dan perencanaan kembali)
- planning for continuity (rencana selanjutnya)
Apabila packaging dan service delivery merupakan sebuah mekanisme top-down, yaitu mekanisme yang bisa dirumuskan oleh pusat/atas kemudian diimplementasikan ke daerah/bawah, maka MDC merupakan perpaduan antara top-down dengan bottom-up.
Sebelum PS-2K benar-benar akan dijadikan kebijakan tingkat Depdiknas, ada baiknya apabila dikaji terlebih dahulu bagaimana apresiasi siswa masing-masing sekolah terhadap teknologi komputer. Akan menjadi sebuah program yang sia-sia apabila PS-2K dijalankan tetapi apresiasi siswa terhadap komputer, apalagi Internet, sangatlah rendah.
Bagaimana meningkatkan apresiasi siswa sama dengan melakukan MDC. Dengan mengikuti langkah P-Process, maka MDC dapat dilakukan dengan lebih terarah dan lebih menghasilkan. Melakukan MDC hendaknya tidak hanya berbasis pada tataran ethic belaka, tetapi bagaimana menimbulkan suatu need itulah yang perlu. Tidak akan berhasil sebuah program apabila seseorang atau sebuah komunitas hanya dijejali dengan slogan dan jargon yang berisi ‘kebaikan dan manfaat’ program tersebut. Karena ‘kebaikan dan manfaat’ sifatnya sangat relatif bagi setiap orang, maka MDC dapat terbentuk apabila dari orang atau komunitas itu memang dapat merasakan sendiri ‘kebaikan dan manfaat’ program tersebut.
Untuk melakukan MDC berkaitan dengan PS-2K berdasar pada P-Process, maka analisis dan identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan survei kepada siswa dan staf pengajar. Dalam kuesioner dapat dicantumkan pertanyaan mendasar seperti ‘pernahkah anda menggunakan komputer’ dan ‘apakah ada komputer di rumah’, hingga ‘pernahkah anda menggunakan Internet’ dan ‘pernahkah anda membuat personal homepage’. Dari hasil pertanyaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bagaimana melakukan MDC yang sesuai agar PS-2K dapat berjalan dengan baik.
Langkah selanjutnya yang berkaitan dengan perancangan strategis hingga implementasi dan pengawasan pada P-Process, akan berbasis pada hasil survei di atas. Pada dasarnya, MDC yang berkaitan dengan sebuah teknologi harus dilakukan dengan perlahan. Penetrasi yang dijalankan janganlah menimbulkan market shock, karena gap penguasaan teknologi antar lapisan masyarakat di Indonesia sangatlah besar. Apabila salah menjalankan strategi, bukannya mempersempit kesenjangan malahan akan membuatnya semakin lebar.
Apabila PS-2K ujug-ujug menyediakan Internet dan warnet di sekolah-sekolah tanpa adanya MDC terlebih dahulu, maka dikuatirkan yang sebelumnya telah memiliki minat dan telah menggunakan komputer akan semakin maju dengan kehadiran Internet, tetapi yang tidak memiliki minat dan baru kali itu mengenal komputer akan semakin tertinggal. Faktor strata sosial yang berbeda, demografi dan gaya hidup akan melahirkan tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap sebuah teknologi.
Barangkali akan lebih baik apabila PS-2K tidak langsung menembak pasar dengan program Internet dan warnet intra sekolah. Kenalkan dahulu sekolah, siswa dan staf pengajarnya dengan teknologi komputer. Berawal dari memperkenalkan bentuk fisik komputer hingga pengetahuan aplikasi-aplikasi piranti lunak didalamnya, maka secara perlahan peminatan siswa dapat diarahkan ke Internet. Apabila siswa sudah siap menerima Internet, maka setelah itu program warnetisasi dapat dijalankan.
Tentu saja saat melakukan MDC, maka pengawasan trimitra dan rekanannya sangat dibutuhkan untuk dapat memberikan arahan-arahan yang diperlukan. Pengawasan pun dapat dilakukan oleh komunitas yang lebih luas, dengan menggunakan mailing-list.
Fasa terakhir pada P-Process yaitu evaluasi, perencanaan kembali dan rencana selanjutnya. Kelemahan sebuah program sehingga tidak adanya kesinambungan rata-rata adalah terletak pada mekanisme evaluasi dan perencanaan berikutnya. Sistem evaluasi merupakan suatu kemutlakan untuk dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan dari sebuah program. Dari hasil evaluasi itu jugalah maka perencanaan untuk langkah selanjutnya dapat disusun lebih baik.
Apabila merujuk pada paparan di atas, maka akan timbul kesan bahwa untuk melaksanakan sebuah program, apalagi untuk skala nasional, dibutuhkan waktu yang cukup lama dengan perlakuan yang menuntut kesabaran dan ketelitian. Tentu saja, karena program berskala nasional menyedot dana yang tidak sedikit jumlahnya.
Dengan perencanaan yang terarah dengan memperhatikan kaidah packaging, service delivery, demand creation dan ditambah dengan ‘P-Process, maka diharapkan PS-2K yang dijalankan bukanlah sekedar program pepesan kosong. Semoga tidak seperti membeli kucing di dalam karung. Semoga……
Penulis: Donny B.U. Wartawan detikcom.