Bakteri bisa membantu menghasilkan energi listrik. Mungkin kedengarannya agak aneh, tapi pada kenyataannya bisa. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Bakteri memproses bahan baku biomassa (umumnya berupa limbah organik) dengan fermentasi secara anaerobik menjadi biogas. Secara sederhana, biogas dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan, namun dengan aplikasi teknologi tertentu, biogas dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik.
Penelitian dan pemanfaatan biogas sebenarnya sudah dilakukan sejak masa Mesir kuno, Cina kuno, dan Kerajaan Romawi. Penelitian mengenai biogas setelah abad pertengahan pertama kali dilakukan oleh Alessandro Volta (1776), yang mengaitkan gas ini dengan proses pembusukan sayuran. Biodigester anaerobik pertama kali dibangun di koloni penderita lepra di Bombay, India pada tahun 1859. Di masa modern, riset pemanfatan biogas untuk bahan bakar traktor dengan memanfaatkan limbah pertanian sudah dilakukan sejak masa antara dua Perang Dunia oleh Jerman dan Prancis.
Proses Fermentasi Anaerobik
Proses anaerobik adalah serangkaian proses di mana mikroorganisme menguraikan bahan-bahan biodegradable tanpa kehadiran oksigen, dan digunakan baik dalam skala rumah tangga maupun industri untuk mengelola limbah dan/atau menghasilkan energi. Proses ini banyak digunakan sebagai sumber energi terbarukan, karena memproduksi biogas yang kaya metana dan karbondioksida yang bisa dimanfaatkan untuk produksi energi, dan membantu menggantikan bahan bakar fosil
Proses penguraian secara anaerobik dilakukan dalam reaktor yang disebut biodigester. Proses penguraian dimulai dengan hidrolisis umpan oleh bakteri untuk memecah polimer organik yang tak larut dalam air (karbohidrat, lemak, protein) menjadi senyawa yang lebih mudah dicerna oleh bakteri lainnya (gula, asam lemak, asam amino). Bakteri acidogenic kemudian mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, karbondioksida, hidrogen, dan amonia. Bakteri acetogenic kemudian mengubah asam organik menjadi asam asetat, dengan produk samping berupa amonia, hidrogen dan karbondioksida. Terakhir, bakteri metanogen mengubah produk-produk ini menjadi biogas yang mengandung metana dan karbondioksida.
Untuk memanfaatkan biogas dalam pembangkitan listrik, biogas dijadikan umpan untuk sistem pembangkit listrik yang terdiri dari mesin internal combustion (IC), generator, dan sistem kendali, serta diberi tambahan sistem recovery heat untuk meningkatkan efisiensi konversi energi. Mesin IC yang dirancang untuk membakar propane atau gas alam dapat dengan mudah dikonversi untuk membakar biogas dengan menambahkan sistem starter (ignition) dan karburasi. Mesin IC berbahan bakar biogas ini umumnya memiliki tingkat konversi 18-25 persen dari kandungan total energi biogas untuk dijadikan energi listrik.
Instalasi pembangkit listrik biogas umumnya dibuat dalam skala kecil, sehingga permasalahan seperti pengendalian proses, ketersediaan bahan baku dan kontaminasi akan sering muncul. Selain itu, untuk memudahkan memperoleh bahan baku, sebaiknya instalasi pembangkit listrik biogas diletakkan di dekat lokasi landfill dan instalasi pengolahan limbah. Ini berarti bahwa instalasi-instalasi pembangkit listrik biogas membutuhkan area yang luas, atau harus memiliki sistem pengumpulan dan penyaluran bahan baku dan biogas yang handal.
Keunggulan Pembangkit Listrik Biogas
Keunggulan utama dari pembangkit listrik dengan biogas ini adalah bahan bakunya berasal dari sumber terbarukan, dan energi yang dihasilkan merupakan energi bersih. Selain itu masih terdapat keunggulan lainnya, yaitu dapat memanfaatkan biomassa dari berbagai sumber limbah organik (kotoran hewan, jerami, batang tumbuhan sisa panen, sisa rumah jagal, sampah dapur), mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi bau tidak sedap dan bakteri patogen, serta ampas proses anaerobik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, sehingga dapat mendukung upaya peternakan dalam mengurangi dampak lingkungannya. Biogas juga dapat dialirkan melalui pipa dan dapat dengan mudah dibakar karena memiliki ignition temperature yang tidak terlalu tinggi.
Namun demikian, beberapa kelemahan dari sistem ini antara lain adalah biodigester tidak berfungsi secara optimal pada cuaca dingin, mengingat bakteri yang mengurai biomassa bekerja pada suhu antara 30-60°C, bergantung pada jenis bakterinya. Selain itu, perlu adanya proses tambahan, antara lain pengolahan awal umpan untuk menghasilkan spesifikasi umpan sesuai dengan kebutuhan proses anaerobik dalam biodigester, serta pengambilan effluent biodigester dari tangki effluent harus dilakukan secara teratur. Perlu diperhatikan juga bahwa nilai efisiensi konversi energi biogas untuk pembangkitan listrik masih di bawah nilai efisiensi bahan bakar fosil seperti propana dan gas alam, sehingga perlu dipikirkan cara untuk meningkatkan efisiensinya.
Aplikasi Pembangkit Listrik dengan Biogas
Beberapa negara yang memiliki masalah limbah peternakan telah memanfaatkan biogas untuk membangkitkan listrik. Seperti yang dilakukan oleh peternakan Stanton di Kanada, limbah organik dari peternakan dikumpulkan dan diumpankan ke dalam biodigester jenis Induced Blanket Reactor (IBR). Delapan tangki yang digunakan dapat menampung 117.000 liter limbah cair, yang kemudian difermentasikan untuk memproduksi metana. Metana kemudian digunakan sebagai bahan bakar generator yang memasok listrik ke peternakan, dan bahkan pembangkit tersebut dapat menyediakan listrik dalam jumlah cukup ke kota terdekat dengan mereka. Kapasitas produksi saat ini mencapai 300 kW, tetapi mereka berharap dapat meningkatkan produksinya menjadi 1,3 MW. Pembangkit lain yang digunakan di Chino, California mengumpulkan biomassa dari 10 pertanian di sekitarnya, dengan kapasitas produksi 2.100.000 kaki kubik biogas setiap hari, dan menghasilkan listrik 500 kW. Di Jerman sebagai negara produsen biogas terbesar di Eropa, sudah terdapat 4000 biodigester pada peternakan, dan sudah memproduksi 1600 megawatt listrik. Produksi ini melebihi jumlah yang bisa dibangkitkan oleh 3 pembangkit listrik nuklir.
Bagaimana dengan Indonesia?
Penelitian produksi biogas dengan biodigester sudah banyak dilakukan oleh para peneliti Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Andrias Wiji Setio Pamuji (pimpinan PT Cipta Tani Lestari), dan hasilnya berupa reaktor biogas dari plastik yang sudah dipasarkan pada tahun 2005. Namun belum banyak yang melanjutkan penelitian biogas tersebut untuk menghasilkan listrik. Teknologi pembangkitan listrik dengan biogas sebenarnya sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia yang merupakan negara agraris, terutama di daerah yang memiliki pertanian, perkebunan dan peternakan dalam jumlah besar. Dengan memanfaatkan teknologi pembangkitan listrik menggunakan biogas, diharapkan dapat tersedia listrik secara mandiri untuk daerah-daerah pertanian, perkebunan dan peternakan tersebut, sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap listrik yang dibangkitkan dari bahan bakar fosil, dan dapat mengurangi dampak lingkungan akibat limbah organik yang dihasilkan.
Pembangkit listrik biogas – Literasi Publik