Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8% luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektar atau 35% terdapat di Pulau Sumatra. Sisanya di Kalimantan dan daerah lainnya. Namun tidak semua air gambut yang berwarna hitam atau coklat seperti teh tersebut berasa asin.
Ada air gambut berasa asin seperti yang ada di Kalimantan Tengah. Air gambut asin itu berada di permukiman transmigrasi Desa Dadahup, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Jarak tempuh dari Kota Palangkaraya sekitar enam jam. Air gambut tersebut rasanya sangat asin, padahal jarak tempat tersebut sekitar 200 km dari laut, namun air warga tetap berasa asin.
Air Gambut Asin Siap Minum
Air gambut asin itu sudah dikonsumsi bertahun-tahun lamanya oleh masyarakat di wilayah tersebut. Bahkan para transmigran pun harus beradaptasi dengan air yang memiliki kadar ph rendah sekitar 3-4, kadar organik tinggi, kadar besi dan mangan tinggi, berbau, Warnanya kuning atau cokelat tua dan asin rasanya. Selain itu air gambut itu menimbulkan rasa gatal di kulit apabila dipakai untuk mandi.
Kondisi tersebut menggerakkan Kepala Balai Teknik Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr. Ir. Arie Herlambang MS bersama tim menciptakan inovasi teknologi pengolahan air gambut asin menjadi air siap minum. Risetnya telah dimulai sejak tahun 2000. Dari hasil penelitian mengapa air gambut menjadi asin akibat pengaruh pasang surut di Kalimantan. Daratan di Kalimantan Tengah relatif landai, bisa mencapai ratusan kilometer.
Kondisi alam tersebut membuat warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk dikonsumsi. Masyarakat yang jauh dari sungai pun akhirnya mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk minum warga membeli air dengan harga Rp 11ribu per galon. Satu galon air hanya cukup untuk dua hingga tiga hari.
Teknologi Air Gambut Asin Siap Minum
Untuk mengolah air gambut asin ini diperlukan teknologi untuk menyaring air agar tidak mengandung organik berbahaya bagi kesehatan. Prosesnya melalui filtrasi yang memiliki mata rantai lebih panjang dibandingkan filtrasi yang biasa digunakan perusahaan-perusahaan pengolah air minum di perkotaan.
Unit filtrasi untuk menjadikan air tawar, dikombinasikan dengan unit desalinasi. Atas dasar itu lahirlah teknologi disebut TAGAS 170 yang berarti Teknologi Air Gambut Asin Siap Minum yang mampu memproduksi untuk 170 galon.
Riset awalnya mencari sumber air baku yang akan diolah menjadi air minum. Sumber air di Kuala Kapuas berasal dari sungai, sumur dalam dan sumur dangkal. Untuk sumur dalam memiliki kelebihan ketersediaan air sepanjang musim. Namun kekurangannya kandungan logamnya sangat tinggi terutama besi.
lnovasi TAGAS 170 ini terdiri dari tangki clarifier yang berfungsi untuk menjernihkan air gambut asin sekaligus menaikkan nilai pH menjadi 8-9, melalui pemberian abu soda atau kapur tohor yang dilarutkan.
Pasca pelarutan air dengan abu soda atau kapur tohor, terbentuk gumpalan berwarna hijau yang mengambang ke permukaan. Di sisi lain ada gumpalan yang mengendap berwarna kuning kecokelatan yang mengandung logam dan organik.
Untuk mempercepat proses pengendapan digunakan tawas atau polyaluminium chloride yang diaduk searah selama lima menit. Untuk dosisnya disesuaikan setelah dilakukan eksperimen di lapangan.
Sumber: Kemenristek 2014
Mengubah Air Gambut Asin Menjadi Air Siap Minum – Literasi Publik